Kadangkala untuk menunjukkansesuatu kepada sang Raja, Abu Nawas
tidak bisa hanyasekedar melaporkannya secara lisan. Raja harus mengetahuinya
dengan
mata kepala sendiri, bahwa masih banyak di antara rakyatnya yang
hidup
sengsara. Ada saja praktek jual beli budak.
Dengan tekad yang amat bulat Abu Nawas merencanakan menjuai
Baginda
Raja. Karena menurut Abu Nawas hanya Baginda Raja yang paling
patut untuk
dijual. Bukankah selama ini Baginda Raja selalu miempermainkan
dirinya dan
menyengsarakan pikirannya? Maka sudah sepantasnyalah kalau
sekarang giliran
Abu Nawas mengerjai Baginda Raja.
Abu Nawas menghadap dan berkata kepada Baginda Raja Harun Al
Rasyid.
"Ada sesuatu yang amat menarik yang akan hamba sampaikan
hanya kepada
Paduka yang mulia."
"Apa itu wahai Abu Nawas?" tanya Baginda langsung
tertarik.
"Sesuatu yang yakin
belum pernah terlintas di dalam benak Paduka yang
mulia." kata Abu Nawas meyakinkan.
"Kalau begitu cepatlah ajak aku ke sana untuk
menyaksikannya." kata Baginda
Raja tanpa rasa curiga sedikit pun.
"Tetapi Baginda ... " kata Abu Nawas sengaja tidak
melanjutkan kalimatnya.
"Tetapi apa?" tanya Baginda tidak sabar.
"Bila Baginda tidak menyamarsebagai rakyat biasa maka pasti
nanti orang-orang
akan banyak yang ikut menyaksikan benda ajaib itu." kata Abu
Nawas.
Karena begitu besar keingintahuan Baginda Raja, maka beliau
bersedia
menyamar sebagai rakyat biasa seperti yang diusulkan Abu Nawas.
Kemudian Abu Nawas dan Baginda Raja Harun Al Rasyid berangkat
menuju ke
sebuah hutan.
Setibanya di hutan Abu Nawas mengajak Baginda Raja mendekati
sebuah pohon
yang rindang dan memohon Baginda Raja menunggu di situ. Sementara
itu Abu
Nawas menemui seorang badui yang pekerjaannya menjuai budak. Abjj
Nawas
mengajak pedagang budak itu untuk mettrtat calon budak yang akan
dijual
kepadanya dari jarak yang agak jauh. Abu Nawas beralasan bahwa
sebenarnya
calon budak itu adalah teman dekatnya. Dari itu Abu Nawas tidak
tega
menjualnya di depan mata. Setelah pedagang budak itu memperhatikan
dari
kejauhan ia merasa cocok. Abu Nawas pun membuatkan surat kuasa
yang
menyatakan bahwa pedagang budak sekarang mempunyai hak penuh atas
diri
orang yang sedang duduk di bawah pohon rindang itu. Abu Nawas
pergi begitu
menerima beberapa keping uang emas dari pedagang budak itu.
Baginda Raja masih menunggu Abu Nawas di situ ketika pedagang
budak
menghampirinya. la belum tahu mengapa Abu Nawas belum juga
menampakkan
batang hidungnya. Baginda juga merasa heran mengapa ada orang lain
di situ.
"Siapa engkau?" tanya Baginda Raja kepada pedagang
budak.
"Aku adalah tuanmu sekarang." kata pedagang budak itu
agak kasar.
Tentu saja pedagang budak itu tidak mengenali Baginda Raja Harun
Al Rasyid
dalam pakaian yang amat sederhana.
"Apa maksud perkataanmu tadi?" tanya Baginda Raja dengan
wajah merah
padam.
"Abu Nawas telah menjual engkau kepadaku dan inilah surat
kuasa yang baru
dibuatnya." kata pedagang budak dengan kasar.
"Abu Nawas menjual diriku kepadamu?" kata Baginda makin
murka.
"Ya!" bentak pedagang budak.
"Tahukah engkau siapa aku ini sebenarnya?" tanya Baginda
geram.
"Tidak dan itu tidak perlu." kata pedagang budak
seenaknya. Lalu ia menyeret
budak barunya ke belakang rumah. Sultan Harun Al Rasyid diberi
parang dan
diperintahkan untuk membelah kayu.
Begitu banyak tumpukan kayu di belakang rumah badui itu sehingga
memandangnya saja Sultan Harun Al Rasyid sudah merasa ngeri,
apalagi harus
mengerjakannya.
"Ayo kerjakan!"
Sultan Harun Al Rasyid mencoba memegang kayu dan mencoba
membelahnya,
namun si badui melihat cara Sultan Harun Al Rasyid memegang parang
merasa
aneh.
"Kau ini bagaimana, bagian parang yang tumpul kau arahkan ke
kayu, sungguh
bodoh sekali !"
Sultan Harun Al Rasyid mencoba membalik parang hingga bagian yang
tajam
terarah ke kayu. la mencoba membelah namun tetap saja pekerjaannya
terasa
aneh dan kaku bagi si badui.
"Oh, beginikah derita orang-orang miskin mencari sesuap nasi,
harus bekerja
keras lebih dahulu. Wah lama-lama aku tak tahan juga." gumam
Sultan Harun Al
Rasyid.
Si badui menatap Sultan Harun Al Rasyid dengan pandangan heran dan
lamalama
menjadi marah. la merasa rugi barusan membeli budak yang bodoh.
"Hai badui! Cukup semua ini aku tak tahan."
"Kurang ajar kau budakku harus patuh kepadaku!" kata
badui itu sembari
memukul baginda. Tentu saja raja yang tak pernah disentuh orang
iki menjerit
keras saat dipukul kayu.
"Hai badui! Aku adalah rajamu, Sultan Harun Al Rasyid."
kata Baginda sambil
menunjukkan tanda kerajaannya.
Pedagang budak itu kaget dan mulai mengenal Baginda Raja.
la pun langsung menjatuhkan diri sembari menyembah Baginda Raja.
Baginda
Raja mengampuni pedagang budak itu karena ia memang tidak tahu.
Tetapi
kepada Abu Nawas Baginda Raja amat murka dan gemas. Ingin rasanya
beliau
meremas-remas tubuh Abu Nawas seperti telur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar