Pada suatu sore ketika Abu Nawas ke warung teh kawan-kawannya
sudah
berada di situ. Mereka memang sengaja sedang menunggu Abu Nawas.
"Nah ini Abu Nawas datang." kata salah seorang dari mereka.
"Ada apa?" kata Abu Nawas sambil memesan secangkir teh
hangat.
"Kami tahu engkau selalu bisa melepaskan diri dari
perangkap-perangkap yang
dirancang Baginda Raja Harun Al Rasyid. Tetapi kami yakin kali ini
engkau pasti
dihukum Baginda Raja bila engkau berani melakukannya."
kawan-kawan Abu
Nawas membuka percakapan.
"Apa yang harus kutakutkan. Tidak ada sesuatu apapun yang
perlu ditakuti
kecuali kepada Allah Swt." kata Abu Nawas menentang.
"Selama ini belum pernah ada seorang pun di negeri ini yang
berani memantati
Baginda Raja Harun Al Rasyid. Bukankah begitu hai Abu Nawas?"
tanya kawan
Abu Nawas.
"Tentu saja tidak ada yang berani melakukan hal itu karena
itu adalah
pelecehan yang amat berat hukumannya pasti dipancung." kata
Abu Nawas
memberitahu.
"Itulah yang ingin kami ketahui darimu. Beranikah engkau
melakukannya?"
"Sudah kukatakan bahwa aku hanya takut kepada Allah Swt.
saja. Sekarang apa
taruhannya bila aku bersedia melakukannya?" Abu Nawas ganti
bertanya.
"Seratus keping uang emas. Disamping itu Baginda harus
tertawa tatkala engkau
pantati." kata mereka. Abu Nawas pulang setelah menyanggupi
tawaran yang
amat berbahaya itu.
Kawan-kawan Abu Nawas tidak yakin Abu Nawas sanggup membuat
Baginda
Raja tertawa apalagi ketika dipantati. Kayaknya kali ini Abu Nawas
harus
berhadapan dengan algojo pemenggal kepala.
Minggu depan Baginda Raja Harun Al Rasyid akan mengadakan jamuan
kenegaraan. Para menteri, pegawai istana dan orang-orang dekat
Baginda
diundang, termasuk Abu Nawas. Abu Nawas merasa hari-hari berlalu
dengan
cepat karena ia harus menciptakan jalan keluar yang paling aman
bagi
keselamatan lehernya dari pedang algojo. Tetapi bagi kawan-kawan
Abu Nawas
hari-hari terasa amat panjang. Karena mereka tak sabar menunggu
pertaruhan
yang amat mendebarkan itu.
Persiapan-persiapan di halaman istana sudah dimulai. Baginda Raja
menginginkan perjamuan nanti meriah karena Baginda juga mengundang
rajaraja
dari negeri sahabat.
Ketika hari yang dijanjikan tiba, semua tamu sudah datang kecuali
Abu Nawas.
Kawan-kawan Abu Nawas yang menyaksikan dari jauh merasa kecewa
karena
Abu Nawas tidak hadir. Namun temyata mereka keliru. Abu Nawas
bukannya
tidak datang tetapi terlambat sehingga Abu Nawas duduk di tempat
yang paling
belakang.
Ceramah-ceramah yang mengesankan mulai disampaikan oleh para ahli
pidato.
Dan tibalah giliran Baginda Raja Harun Al Rasyid menyampaikan
pidatonya.
Seusai menyampaikan pidato Baginda melihat Abu Nawas duduk
sendirian di
tempat yang tidak ada karpetnya. Karena merasa heran Baginda
bertanya,
"Mengapa engkau tidak duduk di atas karpet?"
"Paduka yang mulia, hamba haturkan terima kaslh atas
perhatian Baginda.
Hamba sudah merasa cukup bahagia duduk di sini." kata Abu
Nawas.
"Wahai Abu Nawas, majulah dan duduklah di atas karpet nanti
pakaianmu kotor
karena duduk di atas tanah." Baginda Raja menyarankan.
"Ampun Tuanku yang
mulia, sebenarnya hamba ini sudah duduk di atas karpet."
Baginda bingung mendengar pengakuan Abu Nawas. Karena Baginda
melihat
sendiri Abu Nawas duduk di atas lantai. "Karpet yang mana
yang engkau
maksudkan wahai Abu Nawas?" tanya Baginda masih bingung.
"Karpet hamba sendiri Tuanku yang mulia. Sekarang hamba
selalu membawa
karpet ke manapun hamba pergi." Kata Abu Nawas seolah-olah
menyimpan
misteri.
"Tetapi sejak tadi aku belum melihat karpet yang engkau
bawa." kata Baginda
Raja bertambah bingung.
"Baiklah Baginda yang mulia, kalau memang ingin tahu maka
dengan senang
hati hamba akan menunjukkan kepada Paduka yang mulia." kata
Abu Nawas
sambil beringsut-ringsut ke depan. Setelah cukup dekat dengan
Baginda, Abu
Nawas berdiri kemudian menungging menunjukkan potongan karpet yang
ditempelkan di bagian pantatnya. Abu Nawas kini seolah-olah
memantati
Baginda Raja Harun Al Rasyid. Melihat ada sepotong karpet menempel
di pantat
Abu Nawas, Baginda Raja tak bisa membendung tawa sehingga beliau
terpingkal-pingkal diikuti oleh para undangan.
Menyaksikan kejadian yang menggelikan itu kawan-kawan Abu Nawas
merasa
kagum.
Mereka harus rela melepas seratus keping uang emas untuk Abu
Nawas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar